Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Bagian 3: Hujan-Ku atau Kamu

Senin Pagi 26 Februari    Aku Puya seribu pertanyaan dalam pikiran ku ketika hujan turun, dan pagi ini hujan kembali turun. Kenapa hujan selalu datang setiap hari sedangkan kamu hanya diam membisu entah kemana. Sempat ku dibuat bingung oleh keadaan ini. Aku memutuskan untuk keluar rumah, melangkahkan kaki menuju tanah yang basah.   Payung ini ku tutup kembali, ku biarkan hujan membasahiku Langit begitu suram Hingga tangisnya datang lebih awal Tanah yang tadinya kering  Berubah menjadi hijau Aku ingin menjadi tanah Dapat berubah ketika hujan turun Namun ia tak pernah datang Melainkan hujan  Apa aku harus menjadi tanah? Agar hujan menjadi penyemangatku Haruskah seperti itu? Hanya hujan   

Bagian 2: Terlelap Dalam Harapan Semu

Minggu siang, masih dengan hujan di Februari   Secangkir teh panas menemaniku di siang hari yang mendung, hujan kembali datang seiring dengan langit yang menggelap, karena awan yang bertambah suram. Jenuh mungkin? Karena kabarnya tak pernah menyetuh layar ponselku, apalagi telingaku. Harapan? Pasti ada tapi tak pernah terjamah ataupun jadi kenyataan. Semu tanpa kepastian.  Ku tulis kembali lembaran baru Pena dengan harapan semu ini terus menguntai katanya Bagai benang sulam yang tak pernah putus  Warnanya merah menyala seperti api membara Sebagai perwakilan harapan yang sia - sia  Bodohnya diriku... Tetap tidur di dalamnya Berat sekali untukku bangun, apalagi berdiri Apa yang kau berikan padaku selalu membekas dalam hati Janjimu, kata - katamu, menyatu di dalamnya Namamu pun begitu Mengema dalam ruang ini Tak pernahkah engkau berpikir  Bahwa seorang insan ini sedang menunggumu Meski ia tau bahwa semuanya palsu Harapan, aku dan kamu

Bagian 1 : Detik Rindu Bersama Rinainya

Hujan Februari 24   Aku masih saja menunggu kabar mu, ponsel ini tetap setia menemaniku dalam setiap detiknya. Hujan pun begitu melakukan hal yang sama, menunggu pelangi muncul dari balik bukit hijau. Bait pertama hingga terakhir ku tulis untukmu Rinainya besautan dengan suara hatiku Yang terus menerus memakan kerinduan Detik waktu tak pernah lelah berjalan Begitupun perasaanku padamu Tak pernah lelah mencintaimu Dering ponsel pun tak pernah ku dengar Yang ada hanya rinai hujan  Suara gemerciknya ku jadikan sebagai pengantar pesan Pesan kerinduan akan engkau yang membisu Bisu akan waktumu dengan ku Kesibukan melahapmu untuk perlahan melupakan Membuat ku bersama hujan terus menunggu Detik, hujan , aku dan kamu

Pembuka : Perjalananku Melupakanmu Bersama Hujan

Sabtu, 24 Februari 2018   Hari ini aku memutuskan untuk berbagi ceritaku dengan kalian, cerita yang kebanyakan orang sudah pernah mengalaminya. Cerita romantis yang tak pernah berujung happy ending, tidak seperti kisah roman picisan di dalam novel, film, atau drama yang tak jarang kita jumpai selalu memiliki akhir yang bahagia.       Cerita ini aku tulis setiap hujan turun menyentuh tanah. Dan ku peruntukan untuk dia yang tak pernah terjamah, akan di tulis melalui sebuah puisi sederhana, terkadang singkat, tetapi tersimpan sebuah makna di dalamnya.    Aku berharap kalian tak akan bosan membacanya, dan memberikan beberapa respon positif untuk ku. Untuk kalian, dia dan aku. Salam rindu