Minggu siang, masih dengan hujan di Februari
Secangkir teh panas menemaniku di siang hari yang mendung, hujan kembali datang seiring dengan langit yang menggelap, karena awan yang bertambah suram. Jenuh mungkin? Karena kabarnya tak pernah menyetuh layar ponselku, apalagi telingaku. Harapan? Pasti ada tapi tak pernah terjamah ataupun jadi kenyataan. Semu tanpa kepastian.
Ku tulis kembali lembaran baru
Pena dengan harapan semu ini terus menguntai katanya
Bagai benang sulam yang tak pernah putus
Warnanya merah menyala seperti api membara
Sebagai perwakilan harapan yang sia - sia
Bodohnya diriku...
Tetap tidur di dalamnya
Berat sekali untukku bangun, apalagi berdiri
Apa yang kau berikan padaku selalu membekas dalam hati
Janjimu, kata - katamu, menyatu di dalamnya
Namamu pun begitu
Mengema dalam ruang ini
Tak pernahkah engkau berpikir
Bahwa seorang insan ini sedang menunggumu
Meski ia tau bahwa semuanya palsu
Harapan, aku dan kamu
Secangkir teh panas menemaniku di siang hari yang mendung, hujan kembali datang seiring dengan langit yang menggelap, karena awan yang bertambah suram. Jenuh mungkin? Karena kabarnya tak pernah menyetuh layar ponselku, apalagi telingaku. Harapan? Pasti ada tapi tak pernah terjamah ataupun jadi kenyataan. Semu tanpa kepastian.
Ku tulis kembali lembaran baru
Pena dengan harapan semu ini terus menguntai katanya
Bagai benang sulam yang tak pernah putus
Warnanya merah menyala seperti api membara
Sebagai perwakilan harapan yang sia - sia
Bodohnya diriku...
Tetap tidur di dalamnya
Berat sekali untukku bangun, apalagi berdiri
Apa yang kau berikan padaku selalu membekas dalam hati
Janjimu, kata - katamu, menyatu di dalamnya
Namamu pun begitu
Mengema dalam ruang ini
Tak pernahkah engkau berpikir
Bahwa seorang insan ini sedang menunggumu
Meski ia tau bahwa semuanya palsu
Harapan, aku dan kamu
Komentar
Posting Komentar