Langsung ke konten utama

Postingan

Stranger (Note 4 : Cahaya Kecil)

    Farah menatap setiap tetesan infus yang akan mengalir ke tangan Alifha anaknya. Ia duduk di kursi seraya menggenggam tangan anaknya. Tangis perlahan menghampiri dirinya, merasa beban yang dirasakannya begitu berat. Zaffran berdiri di samping Farah, ia juga menatap wajah anaknya yang penuh akan perban putih. Tangannya mengelus perlahan pundak Farah ketika ia terisak.⁣ ⁣     Rahsya pun yang melihat dari luar ruangan menahan tangisnya. Ia beberapa kali menyalahkan dirinya sejak mendengar kabar jika Alifha kecelakaan. Andai saja malam itu ia tidak sibuk menerima telepon orang lain mungkin kecelakaan ini tidak akan terjadi.⁣ ⁣     Farah berdiri ia menatap wajah suaminya sulit mengatakan semuanya, Zaffran langsung memeluk Farah mencoba menangkan istrinya.⁣ ⁣ "Mas kenapa harus Alifha mas," suara Farah sangat parau.⁣ "Jangan menyalahkan keadaan, ini sudah menjadi takdir Allah Farah, kita cukup berdoa saja yang terbaik untuk kesembuhan Alifha," Zaffran
Postingan terbaru

Stranger (Note 3 : Fatamorgana)

    Alifha masuk ke rumah dalam keadaan basah kuyup. Tetesan air dari roknya menetes sedikit demi sedikit ke lantai.⁣ ⁣ Ia meringis, "Aduh gawat," pekiknya.⁣ ⁣     Alifha segera masuk ke kamarnya untuk mengganti bajunya. Namun ia melihat bundanya berada di kamar tidurnya. Masih menggunakan mukenah, bundanya tertidur pulas di ranjang Alifha.⁣ ⁣     Pasti bunda dan ayah baru saja bertengkar, pikir Alifha. Ia mencoba tak menggubris situasi rumahnya sekarang dan segera mengganti bajunya. Di kamar mandi ia menatap pantulan dirinya di kaca. Tangannya mengusap halus kaca itu.⁣ ⁣     Alifha hanya ingin kebagiaan yang sebenarnya, bukan fatamorgana yang selalu diperlihatkan orang tuanya dihadapan Alifha. Setiap Alifha bertanya kepada bunda dan ayahnya, mereka selalu menjawab kami baik-baik saja, kamu tidak usah khawatir.⁣ ⁣ " Bullshit ," umpat Alifha.⁣ ⁣      Selesai mengganti bajunya. Ia meletakan pakaian kotor di mesin cuci. Lalu duduk di kursi kecil. Ia membuka

Stranger (Note 2 : Nestapa)

     Dia meminta cerai denganku. Pernikahan ini seakan tidak ada artinya, seperti kapal kecil yang terombang - ambing di tengah lautan. Tinggal menunggu gelombang yang besar untuk menghancurkan kapal kecil tersebut.⁣ ⁣ "Zaffar," dia memanggilku, suaranya terdengar lirih.⁣ "Tolong untuk kali ini saja, lepaskan aku, ya?" Farah menggenggam kedua tanganku, dan wajahnya terlihat memelas.⁣ ⁣ Kenapa harus perpisahan yang menjadi keputusan terakhir, batinku.⁣ ⁣       Aku melepaskan genggaman tangannya. Menjauh dari meja makan, meninggalkan dia sendirian disana. Di dalam kamar aku bisa mendengar suara tangisannya dengan jelas.⁣ ⁣ Drrt.. ponselku berdering, ada satu pesan masuk.⁣ ⁣ Cyntia⁣ Mas Zaffar besok jadikan makan siang bersama?⁣ ⁣       Aku langsung menekan tombol power off pada ponsel. Menghembuskan napas panjang dan menyenderkan punggungku pada senderan kasur.⁣ ⁣      Aku takut kehilangan Farah. Cuma dia yang mencintaiku apa adanya dan mengerti aku dengan baik

Stranger (Note 1 : Abu-abu)

    Sungguh aku tidak menyukainya. Aku sudah berkali-kali bilang jika aku tidak ingin bersamanya lagi. Namun, dia terus memaksaku untuk berada disisinya.  Aku hanya diam, melihat dia hidup dengan kenyamanan tanpa mempedulikan perasaanku.⁣ ⁣      Kami sudah lama hidup bersama, setelah aku menikah dengannya semua terasa asing.  Meskipun raga kita selalu bersama, namun jiwa kita asing satu sama lain. Dia hanya mendatangiku ketika benar-benar membutuhkanku, sisanya ia mengabaikanku⁣ ⁣     Aku muak dengan semua perangainya, ia tetap bersikukuh bahwa aku tidak akan pernah meninggalkannya, alih-alih dia terus bermain dengan perempuan lain untuk memuaskan nafsunya.⁣ ⁣ "Dasar lelaki bejat," aku memakinya untuk kesekian kali.⁣ "Apa katamu? Kau ini istriku atau bukan, jaga omonganmu." ujarnya dengan kepala dingin.⁣ ⁣     Ia memang bersikap tenang ketika aku mulai naik pitam, tapi cara dia mengabaikanku, cara dia mempermainkanku. Aku sangat membenci itu.⁣ ⁣ "A

Penutup : Akhir Tanpa Titik

Tanpa Hari dan Tanggal Aku kembali menulis lembaran baru. Bukan karena aku ingin melanjutkan kisah antara hujan dan dia. Seperti tajuk yang tertera, aku ingin mengakhirinya sebagai lembar penutup dan tanpa titik. Entah tanda apa yang akan menemani sang penutup, aku hanya ingin membiarkan semuanya mengalir. Cerita perihal dia yang tak kunjung datang. Sungguh melelahkan menanti dalam sunyinya waktu. Aku bukan lagi anak kecil. Tak bisa ku kalahkan logikaku dengan hati yang mengaung-ngaung minta sesuap perhatian darinya. Sepertinya akan sia-sia saja, bahkan iapun tidak peduli dengan nasibku dengan hujan.  "Sudahi saja," teriak logikaku pada kalbu dalam raga. "Iya.. akan ku sudahi semuanya, terima kasih," ujar hatiku menutup pintunya rapat - rapat, agar tak ada celah untuk siapapun masuk ke ke dalamnya. Aku pamit, sampai jumpa dengan kisah baruku. Hanya aku 

Bagian 3: Hujan-Ku atau Kamu

Senin Pagi 26 Februari    Aku Puya seribu pertanyaan dalam pikiran ku ketika hujan turun, dan pagi ini hujan kembali turun. Kenapa hujan selalu datang setiap hari sedangkan kamu hanya diam membisu entah kemana. Sempat ku dibuat bingung oleh keadaan ini. Aku memutuskan untuk keluar rumah, melangkahkan kaki menuju tanah yang basah.   Payung ini ku tutup kembali, ku biarkan hujan membasahiku Langit begitu suram Hingga tangisnya datang lebih awal Tanah yang tadinya kering  Berubah menjadi hijau Aku ingin menjadi tanah Dapat berubah ketika hujan turun Namun ia tak pernah datang Melainkan hujan  Apa aku harus menjadi tanah? Agar hujan menjadi penyemangatku Haruskah seperti itu? Hanya hujan   

Bagian 2: Terlelap Dalam Harapan Semu

Minggu siang, masih dengan hujan di Februari   Secangkir teh panas menemaniku di siang hari yang mendung, hujan kembali datang seiring dengan langit yang menggelap, karena awan yang bertambah suram. Jenuh mungkin? Karena kabarnya tak pernah menyetuh layar ponselku, apalagi telingaku. Harapan? Pasti ada tapi tak pernah terjamah ataupun jadi kenyataan. Semu tanpa kepastian.  Ku tulis kembali lembaran baru Pena dengan harapan semu ini terus menguntai katanya Bagai benang sulam yang tak pernah putus  Warnanya merah menyala seperti api membara Sebagai perwakilan harapan yang sia - sia  Bodohnya diriku... Tetap tidur di dalamnya Berat sekali untukku bangun, apalagi berdiri Apa yang kau berikan padaku selalu membekas dalam hati Janjimu, kata - katamu, menyatu di dalamnya Namamu pun begitu Mengema dalam ruang ini Tak pernahkah engkau berpikir  Bahwa seorang insan ini sedang menunggumu Meski ia tau bahwa semuanya palsu Harapan, aku dan kamu