Farah menatap setiap tetesan infus yang akan mengalir ke tangan Alifha anaknya. Ia duduk di kursi seraya menggenggam tangan anaknya. Tangis perlahan menghampiri dirinya, merasa beban yang dirasakannya begitu berat. Zaffran berdiri di samping Farah, ia juga menatap wajah anaknya yang penuh akan perban putih. Tangannya mengelus perlahan pundak Farah ketika ia terisak. Rahsya pun yang melihat dari luar ruangan menahan tangisnya. Ia beberapa kali menyalahkan dirinya sejak mendengar kabar jika Alifha kecelakaan. Andai saja malam itu ia tidak sibuk menerima telepon orang lain mungkin kecelakaan ini tidak akan terjadi. Farah berdiri ia menatap wajah suaminya sulit mengatakan semuanya, Zaffran langsung memeluk Farah mencoba menangkan istrinya. "Mas kenapa harus Alifha mas," suara Farah sangat parau. "Jangan menyalahkan keadaan, ini sudah menjadi takdir Allah Farah, kita cukup berdoa saja yang terbaik untuk kesembuhan Alifha," Zaffran
Alifha masuk ke rumah dalam keadaan basah kuyup. Tetesan air dari roknya menetes sedikit demi sedikit ke lantai. Ia meringis, "Aduh gawat," pekiknya. Alifha segera masuk ke kamarnya untuk mengganti bajunya. Namun ia melihat bundanya berada di kamar tidurnya. Masih menggunakan mukenah, bundanya tertidur pulas di ranjang Alifha. Pasti bunda dan ayah baru saja bertengkar, pikir Alifha. Ia mencoba tak menggubris situasi rumahnya sekarang dan segera mengganti bajunya. Di kamar mandi ia menatap pantulan dirinya di kaca. Tangannya mengusap halus kaca itu. Alifha hanya ingin kebagiaan yang sebenarnya, bukan fatamorgana yang selalu diperlihatkan orang tuanya dihadapan Alifha. Setiap Alifha bertanya kepada bunda dan ayahnya, mereka selalu menjawab kami baik-baik saja, kamu tidak usah khawatir. " Bullshit ," umpat Alifha. Selesai mengganti bajunya. Ia meletakan pakaian kotor di mesin cuci. Lalu duduk di kursi kecil. Ia membuka